Jumat, 09 Januari 2009

Fasilitas SMS Melahirkan Gejala Bahasa Baru

Teknologi komunikasi dalam bentuk fasilitas layanan short message service (SMS) pada telepon genggam (HP) memengaruhi juga perkembangan bahasa. Hal itu ditandai dengan munculnya satu gejala bahasa baru berkaitan dengan penulisan pesan yang disampaikan melalui layanan tersebut. Gejala bahasa itu muncul karena bahasa (baca: penulisan pesan) menyesuaikan diri dengan media pengiriman pesan.

Sesuai dengan namanya, telepon genggam menyediakan fasilitas layanan pengiriman pesan dengan kapasitas sedikit yang diekspresikan melalui kalimat pendek. Sebaliknya, pengguna telepon genggam sering ingin menyampaikan pesan yang lebih banyak atau sebenarnya pesan yang akan disampaikan memang harus sebanyak itu. Pesan yang banyak tentu akan diekspresikan dengan kalimat panjang atau bahkan lebih dari satu kalimat.

Teknologi telepon genggam sekarang memang mampu menyediakan halaman untuk SMS dengan jumlah karakter (satu ruang untuk menuliskan huruf, tanda baca, atau spasi) yang lebih besar daripada teknologi telepon genggam jadul (jaman dulu). Meskipun demikian, pihak operator kartu telepon tetap membatasi jumlah karakter untuk setiap pengiriman satu SMS.

Keterbatasan kapasitas karakter dalam setiap pengiriman sebuah SMS itulah pada akhirnya memicu kreativitas para pemakai telepon genggam. Kreativitas ini muncul tentu disebabkan mereka tidak ingin terlalu boros dalam pemakaian pulsa telepon.

Bagaimana bentuk kreativitas dalam penulisan SMS? Bahasannya dapat dilihat di bawah ini.


1. Sistem Penulisan Onomatopis

Kreativitas pengguna telepon genggam dalam penulisan SMS melahirkan satu gejala bahasa unik. Gejala bahasa yang dimaksud berupa penggantian satu atau beberapa suku kata dengan satu huruf atau satu angka karena kesesuaian bunyi. Gejala bahasa ini dapat digolongkan ke dalam onomatope (onomatopoeia).

Definisi onomatope sebagaimana dikatakan Kridalaksana (1993:149) adalah penamaan benda atau perbuatan dengan peniruan bunyi yang diasosiasikan dengan benda atau perbuatan itu, seperti berkokok, mendengkur, suara dengung, aum, binatang tokek, cicak, dan sebagainya. Sementara itu, Sudaryanto (1985:279) mengatakan kata “peniru bunyi” atau tuturan onomatopoeia merupakan satuan lingual*) (baca: satuan bahasa) hasil pemfonikan**) dari satuan situasional***). Penamaan benda atau perbuatan seperti dicontohkan di atas merefleksikan bunyi atau suara yang dikeluarkan oleh binatang, alat, atau suara yang dihasilkan oleh perbuatan tertentu.

Dalam paparan di atas, kata-kata onomatopis terbentuk berdasarkan tiruan bunyi suatu benda atau bunyi yang dihasilkan perbuatan tertentu. Akan tetapi, kata-kata yang digolongkan onomatopis dalam penulisan SMS terbentuk berdasarkan kemiripan bunyi antara satu suku kata atau lebih dengan satu huruf atau angka.

Berikut ini merupakan contoh-contoh kata dan kelompok kata onomatopis yang dimaksud.


a. Bahasa Indonesia

s4 : sempat
t4 : tempat
se7 : setuju


b. Bahasa Inggris

b4 : before ‘sebelum’
u : you ‘kamu’
c u : see you ‘sampai jumpa’
i c : I see ‘saya mengerti’
u 2 : you too ‘kamu juga’
me 2 : me too ‘aku juga’
may b : may be ‘mungkin’


c. Gabungan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

i2 : itu


d. Pemakaian Simbol

@ : at ‘di’


Contoh-contoh di atas merupakan data yang sejauh ini ditemukan. Tidak tertutup kemungkinan terdapat data-data lain.

Data-data di atas menunjukkan penulisan beberapa kata atau kelompok kata dalam bahasa SMS terdapat penggantian satu suku kata atau lebih dengan satu huruf, angka, atau simbol. Hal itu dapat terjadi karena bagian kata atau kata memiliki kemiripan bunyi dengan huruf atau angka tertentu. Bentuk empat yang merupakan bagian kata sempat, misalnya, memiliki kemiripan bunyi dengan angka 4 sehingga penulisannya dapat disingkat menjadi bentuk kata baru s4. Proses ini terjadi juga dalam penulisan kata tempat (t4) dan setuju (se7). Pada kelompok kata, penggantian seperti itu dapat terjadi pada salah satu kata (me too menjadi me 2) atau seluruh kata (see you menjadi c u). Selain dengan huruf dan angka, simbol, seperti @, juga digunakan untuk mengantikan kata depan at ‘di’.

Berdasarkan data dan paparan di atas, onomatope dalam bahasa SMS tidak bersifat terminologis (pembentukan kata dan istilah). Artinya, tidak ada kata-kata baru yang diciptakan dengan cara onomatope. Akan tetapi, lebih bersifat grafis. Sistem penulisan sebagaimana data-data yang dipaparkan bersifat silabis dan ideografis atau gabungan ortografi dan ideografi. Di pihak lain, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris menerapkan sistem penulisan ortografis atau alfabetis.

Berkaitan dengan sistem penulisan ini, Richard dan Platt & Platt (1997:409) mengatakan sistem penulisan adalah sistem simbol-simbol tulis yang mewakili bunyi-bunyi (fonem), suku kata, atau kata-kata dalam sebuah bahasa. Terdapat tiga macam sistem penulisan, yakni alfabetis (ortografis), silabis, dan ideografis. Menurut mereka (1997:14), ortografi atau penulisan alfabetis adalah sistem penulisan yang terdiri dari huruf-huruf terpisah yang mewakili bunyi-bunyi. Satu huruf mewakili satu bunyi. Kata empat dalam bahasa Indonesia terdiri dari lima bunyi (fonem) yang ditulis dengan huruf (simbol) e, m, p, a, dan t. Sistem penulisan kedua, silabis, adalah sistem penulisan yang setiap simbul mewakili satu suku kata (1997:366). Dalam bahasa SMS hal ini berlaku pada penulisan kata depan at ‘di’ yang terdiri dari satu suku kata dengan simbol @. Terakhir, ideografi adalah sistem penulisan menggunakan simbol-simbol untuk mewakili seluruh kata atau konsep. Bahasa SMS menggunakan ideogram yang berupa satu huruf untuk mewakili seluruh kata karena kemiripan bunyi, seperti huruf c untuk mewakili kata see atau huruf u pada kata you. Dengan demikian, kelompok kata see you dapat ditulis dengan dua huruf c u yang masing-masing mewakili satu kata.

Penuilisan angka, seperti 4 dan 7, dapat digolongkan ke dalam ideografi. Dengan demikian, contoh s4, t4, dan se7 merupakan penggabungan ortografi dengan ideografi dalam bahasa SMS.
Selain itu, meskipun bukan merupakan gejala baru, kreativitas yang paling umum dilakukan adalah dengan menyingkat kata atau membuat akronim. Singkatan dan akronim yang paling sering digunakan adalah singkatan dari deretan kata dalam bahasa Inggris, seperti btw (by the way ‘omong-omong’), otw (on the way ‘di jalan’), asap (as soon as posible ‘sesegera mungkin’), atau GBU (god bless you ‘Tuhan memberkatimu’). Tentu juga digunakan singkatan-singkatan dalam bahasa Indonesia yang bermacam-macam bentuknya bergantung kepada kesepakan sebuah komunitas, misalnya menyingkat kata ganti orang pertama aku atau dengan q atau g(w). Banyak juga orang yang mengganti kata ganti orang pertama ini dengan bahasa Inggris, I, karena lebih singkat. Tidak jarang juga sebuah komunitas menggunakan huruf –x atau –n untuk kata ganti kepunyaan orang ketiga –nya.

Contoh-contoh di atas tentu merupakan sebagian kecil singkatan yang digunakan dalam bahasa SMS. Masing-masing komunitas biasanya disadari atau tidak disadari memiliki kesepakatan untuk menggunakan singkatan saling mengerti apa kata-kata yang diwakili oleh singkatan-singkatan atau akronim-akronim itu. Dengan demikian, bentuk singkatan dan akronim bervariasi. Setidaknya saya pernah menerima SMS dari berbagai pengirim yang di dalamnya terdapat singkatan k, q, g, gw, atau ku untuk mewakili kata ganti orang pertama aku.


2. Campur Kode

Campur kode atau code mixing (kode: dialek, bahasa, atau gaya bahasa) memang bukan gejala baru dalam bahasa bagi masyarakat dwibahasa atau multibahasa. Akan tetapi, bentuk-bentuk kreativitas, seperti yang sudah dipaparkan pada bagian sebelumnya, juga melahirkan gejala yang disebut dengan campur kode ini.

Campur kode, menurut Bonvillain (2003:360-2), adalah sebuah proses linguistik yang menggabungkan materi (unsur-unsur) dari bahasa kedua ke dalam bahasa dasar. Campur kode dapat terjadi melalui proses peminjaman (borrowing). Peminjaman terjadi ketika sebuah item diambil mentah-mentah, sperti apa adanya, dari satu bahasa ke bahasa lain (Hudson, 1983:58). Dalam penulisan SMS, unsur-unsur (kata dan kelompok kata) dari bahasa Inggris sebagai bahasa kedua digabungkan ke dalam kalimat bahasa Indonesia yang sebenarnya melalui proses peminjaman. Akan tetapi, penulisannya dimodivikasi dengan cara sebagaimana dipaparkan dalam bagian sebelumnya.

Hal itu terbukti dengan pemilihan bentuk b4 (before) untuk meggantikan sebelum meskipun kata itu bisa disingkat menjadi sbl atau sblm, misalnya. Bentuk seperti b4 sengaja dipilih dan digunakan bersama-sama dengan kata-kata bahasa Indonesia karena lebih pendek, terdiri dari dua karakter. Demikian pula halnya dengan singkatan btw, otw, asap, dan sebagainya atau pemilihan kata I.


3. Penutup

Bahasa akan berkembang seiring dengan perkembangan budaya masyarakat pemakainya atau pengaruh dari budaya masyarakat lain. Perkembangan teknologi telepon yang merupakan produk budaya masyarakat lain, misalnya, memberi pengaruh kepada perkembangan bahasa Indonesia. Karena fasilitas SMS memberikan ruang terbatas, memicu kreativitas para pengguna telepon genggam untuk menciptakan bentuk-bentuk singkat dalam penulisan pesan yang akan dikirim menggunakan fasilitas itu. Oleh karena itu, muncul satu varian baru dalam bahasa Indonesia, yaitu ragam bahasa Indonesia yang digunakan untuk penulisan pesan melalui fasilitas SMS telepon genggam atau disebut dengan ragam bahasa SMS. Ragam bahasa SMS ini mempunyai karakteristik yang ditandai dengan sistem penulisan onomatopis, pemakaian singkatan dan akronim, serta campur kode, penggunaan kata-kata serta ungkapan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.


Daftar Pustaka

  1. Bonvillain, Nancy. 2003. Language, Culture, and Communication: The Meaning of Message (Fourth Edition). Upper Saddle River, New Jersey. Prentice Hall.
  2. Hudson, R.A. 1983. Sociolinguistics. Cambridge. Cambridge University Press.
  3. Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
  4. Richard, Jack C., Platt, John & Platt, Heidi. 1997. Longman Dictionary of Language & Applied Linguistics. Longman Malaysia. Longman.
  5. Sudaryanto. 1985. Linguistik: Edai tentang Bahasa dan Pengantar ke Dalam Ilmu Bahasa. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.





*) Satuan lingual adalah segmen bahasa yang mendukung satu pola dalam berbagai tataran. Fonem mendukung pola kata, kata mendukung pola frase, kata dan frase mendukung pola klausa dan seterusnya.
**) Pemfonikan adalah proses pembentukan (kata) dengan bunyi bahasa.
***) Satuan situasional adalah satuan atau unsur di luar bahasa yang berhubungan dengan ujaran. Orang sedang tidur dengan suara mendengkur, misalnya, merupakan situasi yang berhubungan dengan satuan lingual yang berupa unsur bahasa (kata) dengkur.

Minggu, 04 Januari 2009

Bagaimana Komunikasi dengan Bahasa Terjadi?

Bahasa merupakan alat komunikasi antarmanusia bahkan menjadi alat komunikasi utama. Bagaimana komunikasi dengan bahasa dapat terjadi tentu harus melibatkan dua orang atau lebih sebagai kumunikan dan pesan yang disampaikan. Dua orang atau lebih yang terlibat dalam proses komunikasi itu terdiri dari pengirim (sender) dan penerima (reciever). Setiap orang yang terlibat dalam komunikasi bisa menjadi, baik pengirim maupun penerima.

Pesan yang disampaikan melalui proses komunikasi demikian diekspresikan dengan bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi tentu tidak muncul begitu saja. Keberadaannya dihasilkan oleh sebuah proses yang disebut dengan produksi tuturan (speech prodution). Tuturan (baca: bahasa) yang kita pakai sehari-hari itu dihasilkan melalui sebuah proses produksi yang bersifat fisik dan psikis (kognitif). Dengan kata lain, dapat dikatakan sebagai proses fisik dan proses mental.

Produksi tuturan yang bersifat fisik terjadi ketika alat-alat bicara (speech organ) menghasilkan bunyi-bunyi bahasa yang akan dirangkaikan menjadi kata-kata. Sementara itu, proses mental (kognitif) dalam produksi tuturan terjadi ketika otak manusia bekerja berkaitan dengan sistem bahasa atau pengiriman dan pemanggilan perbendaharaan kata ke dan dari memori otak, termasuk bagaimana bunyi bahasa dirangkaikan menjadi kata melalui sistem bunyi.

Demikian, sekelumit tentang bagaimana bahasa diproduksi dan dipakai dalam komunikasi. Sistem komunikasi bahasa, alat-alat bicara, dan produksi tuturan ini masing-masing akan dibicarakan dalam tulisan tersendiri.

Sabtu, 03 Januari 2009

KBBI Edisi Keempat *)



Sahabat-sahabat...
Pada tanggal 23 Desember 2008 lalu Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, Republik Indonesia telah meluncurkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi keempat untuk menggantikan KBBI edisi ketiga yang diterbitkan pada tahun 1998. Perbedaan kedua edisi KBBI ini sudah tentu ada. KBBI edisi ketiga berisi 78 ribu entri, sedangkan edisi keempat berisi 90 ribu entri lebih yang ada dalam kosa kata bahasa Indonesia.

*) Jangan dilihat tanggal peristiwanya yang sudah "basi" ya, tetapi perhatikan infonya saja. :-)

Jumat, 02 Januari 2009

Kamus, Tesaurus, dan Glosarium

Semua orang tentu tidak asing dengan istilah dan benda yang berupa kamus. Akan tetapi, tentu tidak sedikit yang masih asing dengan istilah tesaurus dan glosarium. Ketiga benda itu serupa, tetapi tak sama. Meskipun kamus, tesaurus, dan glosarium merupakan buku referensi, ketiganya memiliki fungsi berbeda.
Kamus adalah buku acuan yang memuat kata dan ungkapan atau memuat kumpulan istilah atau nama, biasanya disusun menurut abjad berikut keterangan tentang makna, pemakaian, atau terjemahannya.
Tesaurus merupakan buku referensi berupa daftar kata dengan sinonimnya atau buku referensi yang berisi informasi tentang berbagai perangkat konsep atau istilah di pelbagai bidang kehidupan atau pengetahuan.
Glosarium sama dengan kamus, tetapi dalam bentuk ringkas dan berupa daftar kata dengan padanannya di bidang tertentu.

Sumber:
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Depdiknas

Kamus dan Glosarium (online):
http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/glosarium/index.php



LINGUISTIK: Ilmu Bahasa

Eksistensi linguistik sebagai salah satu bidang ilmu ternyata masih belum begitu dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia bahkan oleh kalangan terpelajar. Saya tidak terlalu heran ketika mendapat pertanyaan perikutan setiap kali orang bertanya bidang ilmu apa yang saya sedang pelajari. Pertanyaan-pertanyaan perikutan itu selalu bisa saya duga. “Linguistik itu sastra ya?” “Linguistik itu belajar bahasa?”
Berdasarkan kedua kalimat tanya di atas, tampak bahwa pengetahuan masyarakat umum tentang linguistik sebagai salah satu cabang ilmu masih tumpang tindih dengan ilmu susastra. Orang mungkin bisa menerka linguistik itu berkaitan dengan bahasa karena melihat akar kata istilah linguistik, lingua ‘bahasa’. Akan tetapi, mereka beranggapan linguistik itu bagian dari sastra. Padahal, keduanya, linguistik dan ilmu susastra, merupakan dua cabang ilmu berbeda. Lalu, pertanyaan berikutnya yang selalu muncul adalah apa yang dipelajari dalam linguistik.
Mengapa muncul pertanyaan-pertanyaan seperti itu? Setidaknya ada dua jawaban sebagai alasannya. Pertama, sejak di pendidikan dasar hingga menengah para pelajar mengenal bahasa dan sastra dalam satu mata pelajaran, yakni pelajaran bahasa Indonesia. Dalam jenjang-jenjang pendidikan tersebut memang para pembelajar dikenalkan dengan dasar-dasar ilmu bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Dalam hal ini mereka diajari tentang struktur bahasa (morfologi dan sintaksis) serta semantik yang tentu bermuara untuk kepentingan praktis, komunikasi dengan bahasa Indonesia. Meskipun demikian, dalam buku-buku pelajaran bahasa Indonesia tidak pernah disinggung istilah linguistik. Kedua, linguistik dan cabang-cabang ilmu lain yang termasuk dalam kelompok humaniora kurang pupuler dibandingkan dengan cabang-cabang ilmu lain, seperti ilmu-ilmu dasar (MIPA) atau kelompok ilmu-ilmu sosial.
Melalui tulisan kecil ini saya akan membagi sedikit wawasan tentang linguistik sebagai sebuah cabang ilmu. Berikut ini akan dipaparkan linguistik dan pencabangan atau pembidangannya.

Apa Itu Linguistik?
Linguistik merupakan salah satu cabang ilmu yang termasuk dalam kelompok ilmu-ilmu humaniora atau ilmu pengetahuan budaya. Cabang ilmu ini mempelajari seluk-beluk bahasa. Sebagaimana didefinisikan oleh Richard, Platt & Platt (1997:215), linguistik adalah studi tentang bahasa sebagai sistem komunikasi manusia.
Studi tentang fenomena bahasa ini telah dilaksanakan selama berabad-abad, tetapi baru beberapa dekade ini dia diterima sebagai sebuah disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Saat ini linguistik mencakup bidang-bidang yang lebih luas dengan pendekatan-pendekatan dan area-area berbeda, seperti sistem bunyi (fonetik dan fonologi), struktur (morfologi dan sintaksis), serta sistem-sistem makna (semantik, pragmatik, dan fungsi-fungsi bahasa). Pada tahun-tahun sekarang, cabang-cabang linguistik baru dikembangkan dalam kombinasi dengan berbagai cabang-cabang ilmu lain.
Meskipun studi bahasa sudah dilakukan berabad-abad lalu, istilah linguistik baru muncul belakangan. Istilah linguistik pertama kali muncul pada tahun 1808 dalam majalah ilmiah yang disunting oleh Johann Severin Vater dan Friedrich Justin Betruch (Kridalaksana, 1993:128).

Cabang-cabang Linguistik
Sebagai sebuah disiplin ilmu, linguistik memiliki bidang-bidang yang menjadi cabangnya. Cabang linguistik secara garis besar dibagi menjadi tiga, yaitu mikrolinguistik, makrolinguistik, dan sejarah linguistik atau sejarah kajian bahasa (Kridalaksana, 1993:xxviii).
Mikrolinguistik merupakan bidang teoretis dalam linguistik. Cabang ini dibagi menjadi dua yaitu umum dan untuk bahasa-(bahasa) tertentu. Yang bersifat umum meliputi teori-teori linguistik yang terdiri dari fonologi (sistem bunyi bahasa), struktur (morfologi ‘tata kata’ dan sintaksis ‘tata kalimat’), serta sistem makna (semantik). Selain itu, ada linguistik deskriptif dan linguistik historis komparatif. Bidang teoretis untuk bahasa-(bahasa) tertentu meliputi linguistik deskriptif dan linguistik historis komparatif.
Makrolinguistik dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama merupakan bidang interdisipliner dan kelompok kedua adalah bidang linguistik terapan. Cabang-cabang linguistik yang termasuk dalam bidang interdisipliner adalah sosiolinguistik, psikolinguistik, neurolinguistik, etnolinguistik, kriminolinguistik, fonetik (akustik dan auditoris), stilistika, filsafat bahasa, filologi (mempelajari bahasa, kebudayaan, pranata dan sejarah suatu bangsa melalui naskah-naskah lama), semiotika (ilmu tentang tanda), epigrafi (ilmu tentang tulisan kuno pada prasasti-prasasti), serta paleografi (penafsiran tulisan kuno). Kelompok bidang makrolinguistik kedua adalah bidang-bidang terapan, yaitu pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi (linguistik terapan yang mencakup metode dan teknik penyusunan kamus), fonetik terapan, sosiolinguistik terapan, pembinaan bahasa internasional, pembinaan bahasa khusus, linguistik medis, grafologi, mekanolinguistik (linguistik komputasi, bidang linguistik terapan yang mencakup penggunaan linguistik untuk ilmu komputer dan usaha untuk membuat mesin penerjemahan; memanfaatkan komputer dalam penelitian bahasa).
Cabang yang ketiga adalah sejarah linguistik. Dalam cabang ini dibicarakan sejarah perkembangan ilmu bahasa.

Penutup
Uraian di atas diharapkan dapat sedikit menambah wawasan Anda tentang keberadaan sebuah disiplin ilmu yang disebut dengan linguistik. Sebuah ilmu independen dan berdiri sendiri. Linguistik bukan bagian dari sastra.

Kepustakaan
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Richard, Jack C., Platt, John & Platt, Heidi. 1997. Longman dictionary of Language & applied Linguistics. Longman Malaysia. Longman.

Kamis, 01 Januari 2009

Mengapa AHA-O?

Aha'o merupakan sebuah ungkapan dalam bahasa Pelau, Pulau Haruku, Maluku Tengah. Bentuk bahasa itu dalam bahasa Indonesia sepadan dengan ungkapan apa kabar. Ekspresi bahasa ini dipilih sebagai nama blog karena saya ingin selalu menyapa Anda dengan ungkapan bersahabat itu setiap kali membuka blog ini.

Aha-o 'apa kabar'

Apa kabar, sahabat.
Selamat datang di blog ini. Blog berisi wawasan-wawasan kecil tentang linguistik dan semiotik, khususnya pernik-pernik yang ada di "belantara" linguistik.
Besar harapan isi blog ini dapat membuka wawasan sahabat-sahabat nonlinguis akan segala hal yang dibicarakan oleh para pakar linguistik dan semiotik.
Sampai jumpa di "pengiriman" berikutnya.

by TemplatesForYou-TFY
SoSuechtig, Burajiru
Distributed by Free Blogger Templates